Jangan pikir aku pakai logika,
karena rasa ini terlalu kuat,
melampaui akal yang kadang tak bisa menjelaskan.
Seperti angin yang memilih berembus,
bukan untuk mengoyak dahan,
tapi menyapa dengan lembut,
mengusap wajahmu tanpa kau sadari.
Aku tahu, naluriku ingin lebih dari ini,
ingin mendekat, ingin menggenggam,
tapi aku juga tahu, aku belum punya apa-apa.
Mungkin kamu melihatku bicara santai,
tertawa bersama, seolah tak ada beban,
tapi di balik semua itu, ada rindu yang kupendam,
ada harap yang kusimpan dalam-dalam,
karena aku sadar, cintaku tak bisa hanya dibangun dengan rasa,
tapi harus kukuh dengan tindakan dan bukti nyata.
Sebenarnya, setiap kali kita berbicara,
setiap kali kamu tertawa dengan lepas,
hatiku bergetar, ada detak yang tak teratur,
tapi aku tahan semua itu,
aku bungkus dalam diam,
karena aku takut, takut tak bisa memberikan apa yang kamu butuhkan.
Aku tahu, kamu layak mendapatkan seseorang
yang bisa memberimu lebih dari sekadar kata-kata manis,
lebih dari janji yang terucap dalam percakapan malam,
lebih dari harapan yang digantung tinggi tanpa dasar.
Aku tahu, aku belum mampu menjadi orang itu,
belum bisa menyandingmu dengan percaya diri,
karena jalan hidupku masih penuh liku,
masih banyak mimpi yang perlu kujemput sendiri.
Aku ingin datang padamu,
bukan dengan tangan kosong,
tapi dengan sesuatu yang bisa kuberikan,
yang bisa menjadi pondasi untuk kita bersama,
tanpa keraguan, tanpa ketakutan akan masa depan.
Karena bagiku, mencintai bukan hanya tentang memiliki,
tapi tentang bagaimana aku bisa memastikan
kamu bahagia tanpa bayangan kecewa.
Obrolan kita, meski sederhana,
bagiku adalah bagian terindah dari hari-hariku.
Kamu mungkin tak sadar,
setiap kata yang terucap adalah pertemuan rasa,
antara keinginan untuk mengungkapkan segalanya
dan nurani yang berkata, “bersabarlah, jangan gegabah.”
Aku tak ingin terburu-buru,
tak ingin mengikatmu dengan janji-janji palsu,
karena aku tahu, aku sedang berproses,
berjuang untuk bisa menjadi seseorang yang layak,
seseorang yang bisa kau banggakan di hadapan dunia.
Dan sampai hari itu tiba,
aku akan tetap menjadi angin,
yang mengiringimu tanpa terlihat,
yang ada di setiap langkahmu,
tanpa membuatmu merasa terikat.
Jika kamu merasa ada yang mengusap lembut rambutmu,
itu mungkin aku, yang hadir dalam harapan dan doa.
Jika kamu merasa ada kesejukan yang menemanimu,
itu mungkin aku, yang mencintaimu dari kejauhan,
tanpa harap, tanpa pamrih,
hanya ingin melihatmu tersenyum.
Karena bagi angin sepertiku,
mencintai adalah melepaskan,
bukan berarti menyerah,
tapi memberi ruang agar kamu bisa bebas,
bebas memilih, bebas meraih impian,
tanpa ada rasa terikat oleh rasaku yang belum utuh.
Jadi biarkan aku mencintaimu dalam diam ini,
biarkan aku mengagumimu tanpa harus memaksakan diri.
Sampai aku benar-benar siap,
sampai aku bisa datang dengan penuh keyakinan,
bukan sekadar membawa angin kosong,
tapi membawa langit yang siap jadi tempatmu bernaung.
Dan jika suatu hari nanti,
aku masih menjadi angin di sekitarmu,
segeralah menjauh, sudah sepantasnya
karena hadirku hanya akan menyesakkan
Isilah hatimu dengan hal lain agar
angin itu malu dan segera pergi menjauh
Kau layak untuk itu.