Pernah tidak, anda punya statement bagus yang bagi anda statement ini tak terbantah, memang bedebes bes bes. Tapi di suatu momen anda goyah, eh bukan goyah yang sifatnya ekstrim ya. Tapi lebih ke arah bosan. Gini...bagi saya ternyata sebaik atau sebagus apapun pemikiran yang anda punya, yang anda punya akan menemui titik jenuhnya. Kalo Katanya Aurelius seorang stoikis sekaligus kaisar Roma begini "semua yang kita dengar adalah opini bukan fakta semua yang kita lihat adalah perspektif bukan kebenaran." Bagi saya, di mana orang-orang yang terkatakan dewasa memandang sifat anak yang "alami" yaitu labil, memiliki kesan kurang enak bagi saya, karena ya... Orang dewasa bilang itu sifat yang perlu diubah. Oke mungkin maksudnya bahwa biasanya seorang anak memiliki tingkah yang berubah-ubah, perlu ditanamkan tingkah-tingkah yang bagi saya berkesan memaksakan harapan kita kepada mereka, agar si anak nantinya tetap konsisten melakukan hal tersebut yang bagi orang dewasa itulah yang baik untuknya.
Ada beberapa pengalaman saya akan sikap-sikap itu. Oke kita terima, selaku kita anak yang perlu "diisi", dan saat itu, seorang anak hanya akan turut dan akan sangat merasa bersalah saat mengingkari arahan orangtuanya. Oke, kita ambil sepenggal pengalaman saya. Saat saya masih usia 7 tahunan ya, 7 ke 9 tahunlah, di mana ibu saya akan memarahi saya saat akan menangis, (padahal ingin menangis juga karena ibu membentak saya). Waktu itu walau tak persis, setidaknya begini katanya "sempat kudengar nangis kau, kutampar kau". Inilah bagaimana saya menyayangkan sikap orangtua yang dibilang dewasa memperlakukan anak-anaknya sedemikian otoriter. Saya ingin bertanya apa setiap orang dewasa sadar bahwa anaknya begitu dikekang dengan memaksakan perspektifnya akan dunia?
Ok itulah itu. Kembali ke awal tadi, ya sebuah statement yang tiba-tiba anda merasa bosan dengan hal itu. Misalnya saya ni punya statement bagus bahwa "pada anak-anak inilah kerajaan Sorga diberikan" (Inikan statement Alkitab), mweheheh, statement yang ada di Alkitab berupa dialog Yesus yang marah kepada orang dewasa karena menghalangi anak mereka mendekat. Statement di atas bagi saya itu adalah buah pikiran yang saya dapat dari pasal itu. Oke, terlepas dari kepemilikan statement. Statement di atas sangat bagus dong. Nah... Di saat kasus yang sebelumnya saya ceritakan menerapkan statement ini, maka tidak dapat dipungkiri bahwa orang dewasa hanyalah insan pembawa bencana yang dipenuhi kemunafikan. Mengapa saya katakan munafik? Karena pengajaran tadi tentang pelarangan menangis pada si anak akan berdampak pada ketidakterbukaan. Mengapa? Karena si anak pada kasus yang sama, akan pergi menjauh dari ibunya, meluapkan kekesalan bercampur sakit. Yang jika terbawa ke remaja hingga dewasa yang kita bilang itu, akan menimbulkan dusta-dusta yang lebih signifikan lagi.
Nah, ketemu pada titik jenuh statement itu adalah saat saya gusar apakah saya memahami ayat itu terlalu tekstual?
Saat belajar.
Tapi mager ughaa :)