Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2020

Bersajak Tanpa Rasa

Kamu pasti tak menyangka dengan ini, atau bahkan menangis haru membaca sajak ini. Sajak yang begitu sempurna, sejak dua bulan yang lalu aku mempersiapkannya hanya untukmu. Ada tujuh paragraf yang kutuliskan dengan diksi sederhana. Jumlah yang didalamnya ada puluhan diksi rapuh yang tertulis. Kamu mungkin akan menyangka jika setiap bait-bait sajak berisi kata-kata romantis dalam setiap kalimat seperti dulu. Dimana kamulah isi tulisanku, kamu salah jika mengira seperti itu. Semua kata didalam sajak ini adalah ungkapan hati yang benar-benar kabut. Tak ada majas yang mendalam di sajak kali ini.  Sajak yang sengaja kubuat demikian hanya untukmu karena cintaku padamu benar-benar selimut kabut yang mengepung mataku, memenuhi rongga dadaku dan melemahkan denyut nadi. Biarlah cinta itu tetap berkabut, tanpa hujan, tanpa terik matahari, tanpa senja, tanpa cuaca. Di bagian akhir sajak kutuliskan sebaris catatan sebagai pesan; "Senjaku kali ini lebih indah daripada mempercayai...

Masih Rasa yang Sama

Hanya karena tak nyaman Lekas pergi meninggalkan? Sebentar, kuungkap pertanyaan Sungguhkah kau punya pemahaman Arti dari perjuangan? Manis bukan? Seakan semua tanpa kata sanggup berdiri menghadap kenyataan. Didengar akan ucapan Ahh... Cukup. Mungkin bukan saatnya untukmu Saling memalu rindu denganku Juga merasa bagaimana lika liku bersamaku. Maaf juga diriku. Tanpa izin berusaha memahamimu Tanpa izin berusaha mengusap buliran air matamu Saat itu hanya ingin memperjuangkan dirimu Dengan caraku.... Dengan perhatianku.... Dengan dangkal pengetahuanku... Yang biasa saja bagimu Tetap saja diri ingin kembali Menemui dan memberi tawa lagi. Namun rasa jemu itulah Yang tetap kau pelihara Kau lapisi dengan baja Kau jadikan benteng singgasana Entah.... Sampai kapan aku mampu memecahnya Tulisan tanpa Titi Mangsa.

Anna

Masih dengan -Jan (wah harus ada ini dong) " Bisa tidak sehari saja kamu absen dalam mimpiku? " (Entah suara dari mana menjawab lelaki yang melamun itu) "Kok ngusir? " (Sontak {assique sontak dong }lelaki paruh baya itu menganga) "Iya ampun ampun" ( jawab lelaki itu dengan menganga nya) "Yowes, kamu tidur lagi dong, ga sabar apelin tidurmu besok" "Ii.. Iya " ( masih dengan menganganya) Akhirnya mereka berdua pun hidup bahagia di istana rapunzel. Nb: rapunzel diikat terus dibuang ke jurang yang penuh kenangan Apaan si so a6 lu

Aku

Lelaki (bodoh, tolol, sok pintar, sok asik, sok iya kali aku qmaq) dengan Segala Tanya Jati Diri [Seterah anda menyebut insan imut ini apa] Oleh : Jan... ( harus ada ini dong) Apa ini Hanya wacana dengan segelintir api iri Hilang sudah pandangan yang akhirnya sepi Sama sekali hanya untuk sensasi Wah gila si ini Bagaimana diri menikmati hidup ini Bagaimana proses mampu ku mengerti Aku saja tak mampu menerima diri Menerima kenyataan yang terjadi Melihat teritorial yang seharusnya kumaklumi Namun pedih saat murka menghampiri Namun saat itu juga dimana hati ingin berdiri lagi Dengan alasan ciptakan jati diri Hilih ciptikin jiti diri Entah mengapa proses selalu mengelabui Keliru yang dulu, terjadi lagi Mencoba bangkit lagi Lagi... Lagi... Lagi.... Apa aku masih di zona nyaman itu Apa aku nanti mampu.. Ya mampu keluar dari kebiasaan yang penuh tipu. Saat ini aku hanya sedang berjalan Aku punya mimpi Dan ya.. Berjalan menuju mimpi itu Tanpa tah...

Anugerah Kala Senggang

Jauh sebelum mengenal seraut wajah itu Kesendirian suatu anugerah bagiku Bahkan menerima hati aku tak butuh Aku hanya mampu Mengagumi diriku Tanpa terbelenggu Dan tiba - tiba kau hadir Menawarkan dekapan yang terus mengalir, Sungai dekapan yang entah dimana berhilir Yang lantas membuat hangat namun tetap bergetir Andai saja dekapan itu tulus.... Akupun memahami Tulusnya dekapmu semua kau beri Untuk dia yang tak mengerti Akan tegarnya kau berdiri Untuk tak berhenti menanti. Nb : Inspirasi judulnya dari tulisan si Kakek👴 Hehehe Tq pungg

Mengertilah Angin

Sudah waktunya hati tak satu Tegas kukatakan untuk dirimu Sudah saatnya kembali saat masa dulu Jauh sebelum kita berdua menaruh kalbu Aku kasihan... Hanya memberi luka di setiap derap waktuku Aku kasihan... Hanya mampu mengisi hari dengan lamunku Hei... Kumohon untuk pergi Bukannya aku sedang benci Hanya ini sungguh mustahil terjadi Bukannya aku tidak mau berjuang Hanya sadar begitu banyak yang akan terbuang Segala yang tersisa biarlah kusimpan Dan biarkan aku tetap mendayuh sampan Sampan dengan rakitan kenangan Hahaha... Biarkan Lelah dan sakit ini ku makan

Ahli Magis

Awal yang indah untuk bermula Dengan segala harapan dan janji gulali Aku hanya mampu tersipu dan ingin rasanya melepas tawa Dengan orang yang satu ini, yang pernah ada di hati Tanpa sadar dia pergi tanpa permisi Dia menghirap bak pesulap ulung nan ahli Dia tinggalkan segalaku yang penuh arti Aku... Dengan dewanaku Pada dia yang saat ini tak peduli dengan senduku "Menyesalinya".... Rangkaian huruf yang iringi tangisan lara Rasanya aku butuh pembelaan dari buana Akan pupusnya segala canda tentangnya Sial, tetap saja pilu terasa. Untuk kesekian kali Air mata kembali membasahi Menyebut namamu diselingi maki Berandai andai... Untuk coba ambil kendali Akan tangisan yang tiada henti Andai saja untuk saat ini Kau hadir, oh... Serendipiti Kuberikan hati serta taburan terimakasih

Semua Salah

Mulai memandang Hingga aku mekar dan ingin terbang Saat dengar segala madu Menjadi candu bagiku Tersenyum, terkulai, bahkan tak berdaya Saat kamu beri canda dan tawa Sungguh hati tak tau kemana, Sungguh jatuh aku mencinta Rasa itu tetap nyata sampai saat ini. Saat ini juga hati menangisi. Tak ada bedanya antara kamu dan senja hari Selalu dinanti namun tak mampu berjanji. Kau tak mau mengerti Untuk menetap dan janganlah pergi. Masih dengan tangisan ini Dengan segala jati diri Ternyata... Saat itu aku tak tahu diri Siapa aku bagimu yang kusangka sang pemilik hati Mengakhiri ratapan Namun tetap di kesendirian Berbisik kepada tinta lamunan Bahwa telah kujatuhi keyakinan Padamu untuk kupastikan Tetap ada untuk bertahan Menjaga segala perasaan Yang tak tahu kapan terima balasan. 

Curahan Setapak Hati

Menyaksikan berbagai sikap Tak apa hanya kujadikan arsip Mata yang melihat, Berbunga, seakan tak mau dibabat Jari yang menekan, Menggebu, tak mau hilang sahutan Mulut yang berucap, Tega membumbung kata yang belum terucap Sesal telah terlambat Tapi hentakan kaki tak harus diperlambat Terkadang hampir tewas oleh dongeng cerca Untuk wujud luar yang membara Menyakiti dengan sengaja Hanya untuk teguran dan sapa Tapi tak mampu kulepas Karna dia yang satu satunya, Sumber bahagia yang tetap ada Satu arah... Antara hati serta mata. Entah itu apa..  Yang terasa sangat tidak mungkin melupanya.  Aku juga ingin beranjak Namun bingung tujuan bertindak Hanya sederhana ku awali dari sajak.  Yoshh