Langsung ke konten utama

Postingan

Perempuan Itu

 Oh… ada seorang perempuan, seorang perempuan yang mengisi celah kosong di suatu sudut tak bernama. Aku mendekat, tapi hanya sebagai bayangan; aku tak pernah memaksa siapa pun untuk memilihku. Jika di luar sana ada sesuatu yang lebih baik, sesuatu yang lebih hidup, silakan pergi — aku hanya ruang yang terbuka tanpa pagar. Hidup ini tak lebih dari serangkaian pilihan, terlalu cepat untuk diikat pada seseorang yang bahkan tak tahu apakah mereka ingin tinggal. Aku percaya pada kata "bebas," meski aku tak pernah benar-benar memahami kebebasan itu sendiri. Jika kau ingin tetap tinggal, biarkan itu terjadi karena di dalam dadamu ada panggilan yang samar, yang mengatakan, "Di sinilah aku seharusnya." Aku ingin jadi pilihan, bukan pengalihan. Aku ingin menjadi seseorang yang dilihat dengan penuh kesadaran, yang diakui bukan sebagai kebutuhan yang dingin, tetapi sebagai sosok yang membawa jejak pada hidupmu, meski samar. Aku tak ingin seseorang yang hanya bertahan karena tak...
Postingan terbaru

Tanyaku pada Tawa

 Aku selalu bertanya "balasanmu dengan 'wkwkw' apakah kamu benar benar tertawa?" Maafkan aku yang mempertanyakan ini. Karena bagaimanapun aku begitu takut dipencundangi setelah berkali-kali oleh yang lain.  Aku tidak mau lagi memaksa isi kepalaku dalam satu lajur. Aku ingin bersahabat dengan bahaya, aku butuh ia agar aku lebih siap ke depannya. Mungkin, jika kau marah, benar benar marah saat mendengarnya. Percayalah bahwa aku hanya ingin kau menamparku sekuat mungkin dan berucap "hei bodoh, apakah kau tidak paham akan getaran yang sama di antara kita?" Dan jika begitu maka biarkanlah aku kau caci, setelahnya aku hanya ingin dipelukmu. Namun, jika tidak benar marah, biarkanlah aku pada memang tanyaku ini benar adanya. Dengan begitu aku menjadi paham bahwa kita tidak akan bisa bersama. Karena saat tawamu benar benar sungguh di kepalaku namun hanya ramah bagimu adalah sisi lain tak masuk akal diriku yang mencoba membunuhku dengan rasa nyaman palsu. Aku mohon, s...

Tepian Jalan

 Malam sudah cukup larut ketika Josef duduk sendiri di warkop kecil di sudut jalan, tangannya menggenggam secarik kertas yang ia tulis dengan hati-hati. Kertas itu seharusnya digunakan untuk mencatat pesanan makanan, tetapi malam ini, kertas itu penuh dengan kata-kata yang datang dari kedalaman hatinya. Josef memandang uap bandrek di cangkirnya, mencoba menenangkan dirinya, menunggu kehadiran sahabatnya, Helsin. Tak lama, pintu warkop berderit terbuka, dan Helsin melangkah masuk. Ia melambai kecil ke Josef, lalu mengambil tempat duduk di hadapannya. Tanpa basa-basi, ia menatap Josef dengan senyum hangat, tahu bahwa sahabatnya sedang membawa sesuatu yang berat. “Ada apa, Jo? Lo keliatan lagi banyak pikiran,” kata Helsin, membuka percakapan. Josef menghela napas dalam-dalam. “Gue baru aja mutusin buat kasih ruang ke dia, keknya gue cukup mengusik hari-harinya.” Helsin mengangguk pelan, membiarkan Josef melanjutkan. “Awalnya, dia cukup terbuka. Dia cerita banyak hal; tentang keluargan...

Tolong

  Tuhan, kau tahu segala arah dan tujuan hidup ini, tapi aku tetap berjalan meraba, seolah buta dalam terang. Saat ini, aku hanya ingin berdiri sebagai diriku yang utuh, tak lagi terpuruk dalam lemah yang menyedihkan, bukan pecundang yang kau hina. Namun, semangat yang aku pupuk sering menjelma batu, jatuh begitu saja, menjerumuskanku ke lubang kehampaan yang dalam dan dingin. Jika benar lubang kehampaan itu bagian dari jalan-Mu, jangan tinggalkan aku sendiri di sana, temani aku di sudut-sudut kelam itu. Biarkan aku menjadi manusia yang bernilai, yang tahu artinya bertahan dan menang. Aku benci marah, tapi marah menguap dari kepingan kecewaku, dan seketika aku takut, takut dikatai seperti perempuan yang tak henti bicara. Aku benci kalah, sebab harga diri ini dipertaruhkan, serupa perak yang tergerus aliran sungai sampai lenyap tak bersisa. Aku ingin menang, Tuhan, tak sekadar menang yang kosong, tapi menang yang tahu cara menghargai setiap luka. Kumohon, izinkan aku paham arti hidu...

Ya...

Kau, wanita yang diam-diam membuatku melangkah, mengajakku pergi sejauh ini, melebihi jalan yang biasa kupijak. Terima kasih, karena kau biarkan aku hadir di tepi hidupmu, mungkin kita tak punya janji di ujung sana, tapi dari sinilah aku belajar, tentang bertemu, tentang melepaskan. Andai ini adalah takdir, aku tak butuh yang lain, sebab kaulah yang menggenapi ruang-ruang kosong, membawa jawaban di tempat yang semula tak kutahu. Kini, aku hanya bertanya, adakah aku hadir, walau setitik di kepalamu? Apakah ada sedikit aku sebagai alasanmu untuk membuka WA? Menunggu balasan darimu, rasanya Zyklon B, yang dilemparkan ke arahku pelan menyusup, menunggu seperti ini, adalah Holocaust di dalam dada, dan aku hanya bisa melarikan diri, mematikan dataku, menutup layar yang sepi. Sebab begitulah aku bertahan, menyembunyikan diri dari sepi yang menusuk, mencegah luka-luka kecil agar tak menganga, mengusir racun yang terus mendekat, karena aku tak punya cara lain, kecuali menunggu dalam diam, sampa...

Ingkar

Alasan semu, berbalut perfeksionisme, Takut terluka, hati yang rapuh dalam kehampaan. Menggapaikan sempurna, padahal dunia tak selalu demikian, Proyek kecil, mengapa beban terasa begitu berat? Si A terobsesi, kesempurnaan jadi candu, Berantakan sedikit, kesalahan diri dan pasangannya tertudu. Ironi cinta, obsesi sempurna justru meruntuhkan, Hubungan retak, kepingan hati berserakan. Masihkah ada usaha, di tengah badai yang menerpa? Atau menyerah, biarkan luka semakin menganga? Jika bertahan, hingga kapan kau sanggup berjuang? Melawan ombak, dalam lautan ketidakpastian. Dia tak baik untukmu, hati kecilmu berbisik lirih, Namun melepasnya, terasa begitu sulit dan perih. Sakit yang familiar, lebih nyaman daripada ketidakpastian, Ketakutan akan hal baru, mencengkeram dalam kebimbangan. Seperti candu, rasa sakit itu mendekap erat, Familiar dan terprediksi, walau menyesakkan dan berat. Melepasnya berarti terjun ke dunia yang tak dikenal, Kegelapan yang mencekam, penuh tanda tanya tak terpecahk...

No Matter How

Hahaha...  No matter how, the ideas all are born from you Translated by the heart, filtered by the mind And poured onto paper by the hand Thank you... No matter how, you are an amazing soul Growing hope in someone nearly lost It feels enough... No matter how, the heart will corrode faster For your face, your smile, and your gaze are the acid And not a single tannin dares to be its cure