Kau, wanita yang diam-diam membuatku melangkah,
mengajakku pergi sejauh ini,
melebihi jalan yang biasa kupijak.
Terima kasih, karena kau biarkan aku
hadir di tepi hidupmu,
mungkin kita tak punya janji di ujung sana,
tapi dari sinilah aku belajar,
tentang bertemu, tentang melepaskan.
Andai ini adalah takdir,
aku tak butuh yang lain,
sebab kaulah yang menggenapi ruang-ruang kosong,
membawa jawaban di tempat yang semula tak kutahu.
Kini, aku hanya bertanya,
adakah aku hadir, walau setitik di kepalamu?
Apakah ada sedikit aku sebagai alasanmu untuk membuka WA?
Menunggu balasan darimu,
rasanya Zyklon B, yang dilemparkan ke arahku
pelan menyusup,
menunggu seperti ini, adalah Holocaust di dalam dada,
dan aku hanya bisa melarikan diri,
mematikan dataku,
menutup layar yang sepi.
Sebab begitulah aku bertahan,
menyembunyikan diri dari sepi yang menusuk,
mencegah luka-luka kecil agar tak menganga,
mengusir racun yang terus mendekat,
karena aku tak punya cara lain,
kecuali menunggu dalam diam,
sampai kau memanggil namaku lagi.